INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial ialah
hubungan antar manusia, baik individu dengan individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Ciri terjadinya sebuah interaksi
sosial tentu saja dengan adanya hubungan serta komunikasi timbal balik dari
masing-masing individu, sebab syarat utama bagi setiap makhluk hidup untuk
dapat berinteraksi tentu saja komunikasi. Tanpa adanya komunikasi, sebuah interaksi
tidak akan terjadi, sebab manusia tidak memiliki kemampuan telepati—semua yang
kita pikirkan tidak akan terbaca begitu saja, butuh sebuah kemampuan
berhubungan khusus yang disebut komunikasi. Lalu harus ada dua pihak yang
terlibat, karena tidak mungkin manusia berinteraksi dengan dirinya sendiri. Dan
yang terakhir, harus ada tujuan yang dicapai dari hasil interaksi tersebut.
Pepatah “Everything happens for a reason”
memang benar adanya. Sekalipun interaksi sosial tersebut hanya sebagai
formalitas belaka, hal tersebut memiliki tujuan, yaitu untuk menjaga sopan
santun atau menjaga sikap didepan banyak orang.
Seperti yang telah
disebutkan diatas, interaksi sosial terbagi menjadi tiga jenis, salah satunya
ialah individu dengan individu. Individu dengan individu dapat dikatakan
sebagai hubungan sosial secara pribadi atau privat yang hanya melibatkan dua
pihak sebagai seorang individu. Contoh interaksi sosial individu dengan
individu salah satunya ialah seorang siswa yang sedang bercakap-cakap dengan
ibunya, atau seorang ayah yang tengah berbicara pada putranya. Biasanya,
hubungan individu dengan individu ini melibatkan emosi yang kuat—walau ada yang
hanya sambil lalu; misalnya hanya sekedar menanyakan nama jalan, nama tempat,
dan sebagainya. Lalu, kebanyakan yang dibicarakan pada tingkat interaksi ini
adalah hal penting, misalnya menasihati, atau menumpahkan curahan hati pada
orang terpercaya.
Jenis interaksi sosial
yang kedua, individu dengan kelompok. Individu dengan kelompok terjadi bila
seseorang melakukan interaksi dengan sebuah kelompok. Interaksi sosial pada
tingkat ini melibatkan antara satu orang dengan sebuah kelompok. Contoh
interaksi sosial antara individu dengan kelompok, misalnya adalah seorang guru
yang tengah menjelaskan materi kepada siswa-siswanya, lalu seorang narasumber
yang berbicara terhadap audiens dalam sebuah seminar. Kegiatan interaksi sosial
antara individu dengan kelompok lebih bersifat formal, sebab kegiatan ini lebih
sering ditemukan dalam kegiatan formal layaknya seminar, sekolah, rapat, dan
sebagainya. Interaksi sosial jenis ini jarang ditemukan perpecahan, sebab pada
pada saat interaksi berlangsung, emosi yang terikat tidak begitu kuat dan lagi
biasanya hubungan individu dengan kelompok tersebut hanya formalitas belaka,
artinya, sebagai rekan kerja atau sebagai narasumber dan audiensnya, mereka
berinteraksi, namun sebagai teman atau sahabat, hal ini jarang ditemukan.
Dan yang terakhir,
interaksi sosial kelompok dengan kelompok. Hal ini banyak terjadi di
masyarakat, walau acuan pada interaksi jenis ini kebanyakan negatif. Sebagai
contoh sederhana tentang interaksi antar kelompok ini adalah tawuran antar dua
kelompok pelajar, lalu perselisihan pendapat antara dua fraksi politik dalam
masyarakat. Namun ada juga sisi positif dari interaksi antar kelompok, misalnya
terjalinnya kerja sama antar perusahaan atau antar organisasi. Kegiatan
interaksi antar kelompok ini biasa ditemukan dalam kegiatan yang melibatkan dua
kelompok atau lebih, dan biasanya bersifat formal. Pada jenis interaksi sosial
ini, probabilitas terjadinya perpecahan cukup besar—dalam konteks ini,
perpecahan tidak selalu berarti perselisihan yang sesungguhnya, namun perbedaan
pendapat yang tidak juga memunculkan kesepakatan juga termasuk.
Setelah jenis, terdapat
bentuk-bentuk interaksi sosial. Bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua,
yaitu asosiatif dan disosiatif. Asosiatif lebih mengarah pada kerja sama,
sementara disosiatif ialah sebaliknya, yaitu pertentangan. Bentuk-bentuk
asosiatif ada empat, yaitu; kerja sama atau usaha setiap individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan bersama, lalu akomodasi atau usaha untuk menyelesaikan
pertikaian atau konflik yang terjadi, selanjutnya ada asimilasi atau berpadunya
dua budaya yang menghasilkan sebuah budaya baru, dan yang terakhir adalah
akulturasi atau berpadunya dua budaya baru yang menghasilkan budaya baru namun
tetap tidak kehilangan unsur dari budaya asli tersebut. Sementara bentuk-bentuk
disosiatif ada tiga, yaitu; persaingan atau sebenarnya lebih tepat disebut
dengan persaingan yang tidak sehat, lalu kontravensi atau sebuah keadaan
diantara persaingan dan pertikaian, dalam kata lain bisa disebut sebagai perang
tertutup, saling menjatuhkan tetapi dalam keadaan diam atau tenang, dan yang
terakhir pertentangan atau konflik, sebuah perjuangan untuk mencapai tujuan
tertentu dengan menghalalkan segala cara.
Dalam pembahasan kali
ini, saya tertarik untuk membahas tentang asimilasi. Asimilasi terjadi karena
memiliki faktor pendukung, yakni toleransi, faktor menghargai kebudayaan lain,
sikap terbuka, persamaan unsur kebudayaan, perkawinan campuran, adanya kesamaan
musuh dari luar, dan sebagainya. Selain faktor pendukung, asimilasi juga
memiliki faktor penghambat, yaitu; terisolasinya sebuah kelompok masyarakat
dari dunia luar, lalu ketertutupan, tidak adanya toleransi, ketakutan terhadap
budaya baru yang akan dihadapi, dan sebagainya. Asimilasi termasuk kedalam
interaksi sosial karena tanpa ada interaksi sosial antar individu dan kelompok,
asimilasi tidak akan terjadi.
Dalam kasus asimilasi,
saya ingin membahas tentang kehidupan di Indonesia. Sejak dahulu, Indonesia
dikenal sebagai negara dengan budayanya yang amat kaya, namun lambat laun
kekayaan budaya tersebut hampir hilang—tertelan oleh globalisasi, budaya yang
menjadi gaya hidup orang kebanyakan kini, acap kali disebut oleh budaya barat
oleh orang awam. Asimilasi di Indonesia terjadi sejak dahulu, namun baru kini
rasanya dampaknya kian parah. Ancaman-ancaman akan kepunahan budaya seolah
terus menghantui. Dan makin kesini, faktor pendorong terjadinya asimilasi makin
besar. Salah satunya faktor toleransi yang makin besar dari masyarakat itu
sendiri dan terutama dari generasi muda masa kini. Sehingga saat budaya yang
bersumber dari globalisasi itu sendiri bercampur dengan budaya Indonesia, maka
akan ada sebuah budaya ala Indonesia masa kini. Dimana banyak orang meniru
gaya-gaya yang kini mendunia, menganggap kuno budaya sendiri, obsesi terhadap
kehidupan di negara maju yang memiliki ikon sebagai trendsetter dunia.
Menurut saya, filter budaya
masa kini sudah hampir hilang. Semua orang terbuka terhadap segala macam
perubahan. Bersikap terbuka boleh-boleh saja, mengikuti arus globalisasi masa
kini pun sangat disarankan karena banyak perkembangan yang menyokong kehidupan
masa kini disebabkan oleh globalisasi. Namun, harap diperhatikan ialah, kita
memiliki budaya yang wajib dilestarikan. Saya tidak memaksa anda untuk
mengenakan batik, kebaya, baju koko dan semacamnya. Tetapi, harap diingat kalau
Indonesia masa depan akan diemban para anak-anak muda masa kini. Bila asimilasi
seperti ini terus berlanjut, maka masa depan tidak akan terjamin, sebab bila
seseorang tidak mengenal bangsanya sendiri, maka ia tidak akan pernah mencintai
bangsanya, dan seseorang tanpa kecintaan terhadap bangsanya, tidak akan bisa
memimpin.
Dari salah satu contoh
kasus diatas, dapat disimpulkan pula bahwa interaksi sosial memiliki efek yang
sangat besar bila tidak berhati-hati. Mungkin awal dari asimilasi budaya
globalisasi ala Indonesia hanya disebabkan oleh interaksi satu atau dua orang
dengan berbagai orang yang telah mengikuti arus globalisasi yang kini hampir
tidak punya batasan. Dan kita kini harus menjaga interaksi kita dengan sesama.
Selain itu, berhati-hati dengan interaksi sosial dapat menyelamatkan diri kita
dari berbagai konflik serta pertentangan yang terjadi. Bila telah terlibat
dalam sebuah pertentangan, perhatikanlah etika sehingga konflik tidak memanas
atau memuncak.
Interaksi sosial sangat
besar manfaat, kaitan serta akibatnya dalam kehidupan manusia, sebab pada
dasarnya, manusia ialah makhluk sosial dan bukannya individu. Sebagai makhluk
sosial, maka dibuatlah norma dan batasan dalam kehidupan berinteraksi agar
bagaimana akibat-akibat negatif yang ditimbulkan tidak terjadi begitu saja.
Sekalipun begitu, interaksi sosial tidak akan pernah lepas bagi manusia, tidak
peduli kapanpun ia mendatangkan masalah atau sebuah keuntungan.
Cirebon, 18092012 – scarlet on snow